Minggu (25/12) adalah peristiwa spesial bagi jemaat GKJ Manahan, tidak hanya sukacita merayakan Natal, tetapi dalam ibadah pagi dan siang, beberpa jemaat menerima sakramen sidi dan sakramen baptis sebagai tanda iman mereka pada Yesus Kristus, Sang Juru Selamat Dunia. Dalam kedua ibadah tersebut, Pendeta Fritz Yohanes Dae Panny, S.Si melayani sakramen, dan mendasarkan kotbahnya dari bacaan Injil Lukas 2: 1-20.
Dalam kotbahnya, Pendeta Fritz menyampaikan mengenai berita kelahiran yang biasanya dianggap sebagai suatu berita sukacita. Suatu berita yang dinanti-nantikan banyak orang. Apalagi berita mengenai kelahiran bayi Yesus, Sang Juru Selamat dunia. Akan tetapi, sayang bahwa berita kelahiran yang kita dengarkan kurang meyakinkan, kurang menyenangkan. Berita kelahiran yang kita dengarkan, tempat terjadinya berbeda dari yang kita harapkan. Yang tidak bagus dalam berita itu adalah Tuhan kita, Raja kita lahir di dalam palungan. Ia tidak mengenakan pakaian seperti yang kita pakai, melainkan kain lampin yang digunakannya. Ia mau berbaring dalam palungan yang merupakan tempat makan domba. Allah kita, Allah yang setiap saat kita berseru dan berdoa, Ia hadir ke dunia dalam tempat yang tidak istimewa, tidak sebagaimana harapan kebanyakan orang akan peristiwa kelahiran besar.
Jika kedatangan Tuhan tidak ditempat seperti keinginan kita, maukah kita datang kepada Tuhan sebagaimana para gembala datang kepada Tuhan? Ia telah datang dalam kesederhanaan, tetapi justru kita menyambutnya dengan pohon natal yang luar biasa. Bagaimana gereja sekarang menyambut kedatangan Tuhan? Apakah dengan cara sebagaimana para gembala menyambut kehadiran Tuhan? Yang mereka kira kelahiran seorang raja besar dalam suatu kemewahan, ternyata hanya lahir di kandang domba.
Seandainya sekarang ini Tuhan datang ditempat yang sama seperti dulu, akankah kita datang menyambutNya. Bila Tuhan datang di tempat kumuh, akankah kita datang menyambutnya? Tuhan hadir bukan untuk dalam posisi yang netral, Tuhan hadir untuk membela manusia. Tuhan datang untuk membebaskan manusia. Tuhan tidak netral, Tuhan berpihak. Tuhan berpihak pada semua orang, terutama pada orang-orang yang terpinggirkan, orang-orang yang tersisihkan itu. Dan bila kita menyambut kedatangan Tuhan bukankah artinya kita menyambutnya juga dengan berpihak pada kelompok yang terpinggirkan? Kuatkan yang sedang berduka, demikian kita bisa menujudkan penyambutan kedatangan Tuhan.
Selamat menyambut kedatangan Tuhan. Selamat Natal. Sambutlah Natal sebagaimana mestinya.
Kalau Tuhan mau menanggalkan kemuliaanNya, akankah kita terus mempertahankan harga diri kita? Atau bersama-sama dengan Tuhan dalam kerendahan hati kita? [SePur]
Add comment