Ibadah Hari Raya Minggu Palem hari ini, Minggu (1/4) di GKJ Manahan jam 18.00 WIB dilayani oleh Pdt Fritz Yohanes Dae Panny, S.Si. Ibadah berlangsung menggunakan liturgi khusus, diawali dengan perarakan Pendeta, Majelis dan beberapa anak anggota paduan suara Magnificat melambaikan daun palem, memperingati kadatangan Yesus Kristus ke kota Yerusalem.
Dalam kotbahnya, Pendeta Fritz mengajak jemaat memikirkan kembali menganai mantan Presiden RI, Soeharto. Ada banyak cara yang digunakan rakyat untuk untuk menyatakan rasa cintanya kepada Presiden Soeharto ini. Semuanya ditata dengan rapi untuk menyambut Presiden Soeharto? Tapi pada tahun 1997, setelah krisis ekonomi, banyak rakyat yang semula memuja berubah menjadi menghujat. Hal ini menunjukkan ada perubahan cara menyambut seseorang. Ada kalanya kita disambut dengan penuh hormat, namun ada perubahan sikap penerimaan yang mungkin membuat kita merasa dibenci oleh orang yang semula sayang kepada kita. Betapa pahit pengalaman seperti itu.
Kaitannya dengan minggu Palmaru atau minggu ketika Tuhan Yesus akan masuk ke Yerusalem adalah kita melihat bahwa ada spontanitas yang luar biasa untuk menyambut Tuhan Yesus. Mereka menghamparkan pakaian mereka ke jalan supaya Yesus Sang Mesias dapat menempuh perjalanan. Mereka melakukannya dengan spontan tanpa ada pemimpin, spontan menyambut Tuhan Yesus. Mereka mengikuti pimpinan Roh untuk menebarkan pakaian mereka sebagai jalan untuk Tuhan Yesus.
Terkadang manusia lebih menggunakan akal pikir untuk taat kepada tuntunan Roh Allah. Melihat dari cerita tadi, ada sikap spontan yang ditunjukkan oleh umat Allah untuk menyambut Tuhan Yesus. Spontanitas, mengikuti kegerakan Roh, dan mengikuti pimpinan Tuhan sangat diperlukan oleh umat Allah.
Tetapi ada kejadian yang berlawanan beberapa hari setelah hari pemujaan ini dan bisa dilihat bahwa tidak ada pujian untuk Tuhan Yesus, bahkan dari muridnya sendiri. Hal ini sungguh sangat berlawanan dari apa yang terjadi beberapa hari sebelumnya.
Tokoh kedua, Yustinus Martir yang senantiasa menyambut Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat, tidak hanya pada saat-saat tertentu, tapi terus menerus. Dia mencoba, berjuang, mewujudkan tekad untuk menaruh pikiran dan perasaan Kristus ke dalam pikiran dan perasaannya, sehingga dalam hidupnya, dia senantiasa menyambut Tuhan Yesus.
Marilah kita senantiasa menyambut Yesus Kristus sebagai Juruslamat. Marilah kita belajar untuk menaruhkan pikiran dan perasaan Tuhan ke dalam pikiran dan perasaan kita sehingga dalam seluruh keberadaan kita, Dia yang utama.
Tuhan memberkati.
[Devina]
Add comment