
Pada hari Rabu malam tanggal 15 Desember 1999, seperti malam-malam sebelumnya, malam itu adalah waktu belajar bagi seluruh mahasiswa sebuah sekolah tinggi di Jakarta. Namun, waktu belajar yang mulanya tenang, dengan tiba-tiba berubah menjadi kepanikan. Malam itu menjadi malam yang paling suram bagi Sekolah Tinggi Teologia Doulos Jakarta, karena malam itu sekelompok orang yang berpakaian putih menyerang STT itu dan kemudian membakarnya.
Pada malam itu beberapa mahasiswa berusaha menyelamatkan diri, termasuk salah satu diantaranya adalah Sariman. Saat itu, bisa dikatakan Sariman telah berhasil melarikan diri. Namun pada saat yang sama Sariman teringat akan pasien sakit jiwa dan teman-teman perempuannya yang masih tertinggal. Hatinya berkecamuk antara keinginan untuk selamat atau menolong orang. Akhirnya nuraninya memilih pilihan kedua, Sariman memutuskan untuk kembali ke gedung STT dengan maksud untuk menyelamatkan teman-temannya. Saat itu, asap mulai mengepul. Teriakan para penyerang yang bersorban dan bersenjata golok, linggis dan parang semakin menjadi-jadi.
Namun hal itu tidak menyurutkan niat baik Sariman. Sesampainya di dalam gedung, Sariman diserang dan dianianya oleh ± 8 orang yang bersenjata tajam. Mereka membacok pelipisnya, leher dan lengannya. Bukan hanya itu, perutnya ditusuk dengan linggis sampai ususnya keluar. Namun ia tetap berusaha untuk menyelamatkan teman-temannya. Tragisnya, sambil memegang ususnya, dia berusaha terus untuk lari. Tapi masih ada juga yang menusuknya dari belakang. Sariman tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Di tengah penderitaannya itu, dia hanya sempat berteriak 'Aduh. Tuhan Yesus', dan akhirnya menghembuskan napasnya yang terakhir.
Bp./Ibu/Sdr, karena ingin menolong teman dan mempertahankan imannya, Sariman akhirnya meninggal dunia. Sekalipun harus menderita bahkan mati karena perbuatan baiknya, Sariman sadar bahwa itu adalah konsekuensinya mengikuti jejak Yesus.
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita pun rela menderita bagi Kristus? Sudahkah kita mengikuti teladan Kristus yang menderita bagi kita? Sudahkah kita siap menjadi seperti Sariman? Sudahkah Saudara siap mengalami penderitaan dan penganiayaan seperti yang dialami saudara-saudara kita di Ambon, Poso, dan di tempat lain? Ataukah penderitaan-penderitaan ringan yang kita alami di rumah, di tempat kerja, di sekolah pun tidak dapat kita tahan, sehingga kita berteriak kepada Allah, kita tidak terima, kita berontak, dan akibatnya kita menjadi batu sandungan bagi orang lain. Ingatlah, Kristus pun telah menderita, bahkan menderita sampai mati, karena mau menyelamatkan kita. Oleh karena itu, kita seharusnya sadar, bahwa penderitaan karena perbuatan baik, adalah konsekuensi menjadi pengikut jejak Yesus.
Bacaan I : Kis. 2:42-47 Tanggapan: Mazmur 23
Bacaan II: 1 Pet. 2:19–25 Bacaan III : Yohanes 10:1–10
Sumber: Warta Gereja Edisi : Minggu, 15 Mei 2011
Add comment