
Pemahaman sederhana mengenai konflik adalah benturan dua atau lebih benda atau orang atau pikiran. Dalam keluarga misalnya, suami tidak mau membersihkan piring, gelas dan sendok. Sementara itu, istri ingin pekerjaan rumah tangga dilakukan bersama. Dengan demikian keinginan suami berbenturan dengan keinginan istri. Suami dan istri tersebut sedang dalam konflik.
Benturan antara Tuhan-manusia, suami-istri, orang tua-anak, perasaan-pikiran, saudara seiman, tetangga dan sebagainya pasti mengakibatkan luka. Jenis lukanya beragam: ada yang tergores sedikit, ada yang agak dalam, dan ada yang sangat dalam. Oleh karena luka yang diakibatkan dalam atau sangat dalam, maka konflik bisa mengakibatkan retak atau bahkan putusnya suatu hubungan: Tuhan dan manusia bermusuhan, suami dan istri bercerai, anak membunuh orang tuanya dengan cara yang sadis, bertahun-tahun lamanya sesama warga gereja tidak mau bertegur sapa.
Memperbaiki hubungan yang sudah retak atau putus merupakan pekerjaan besar. Untuk itu diperlukan perjuangan yang keras dan tidak mengenal lelah. Terus menerus Tuhan merangkul, mengajak manusia berdamai. Namun, begitu lama Tuhan harus menanggung kekecewaan karena penolakan-penolakan manusia terhadap uluran damai itu. Banyaknya keluarga Kristen yang bercerai menunjukkan sulitnya mewujudkan upaya perdamaian. Perpecahan dalam gereja juga menunjukkan perjalanan terjal yang harus ditempuh untuk mewujudkan perdamian.
Perjalanan yang terjal, curam, dan berliku-liku itu ditempuh oleh Tuhan Yesus Kristus. Dia adalah Anak Allah yang mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan mempunyai hak-hak istimewa(Matius 4:1-11). Bahkan Ia adalah Allah. Mulai dari tempat yang dipergunakan untuk kelahiran-Nya . Diteruskan upaya pembunuhan oleh raja Herodes terhadap-Nya(Mat 2:1-12).
Dilanjutkan dengan godaan besar yang dihadapi di awal pelayanan-Nya (Mat 4:1-11). Dan diakhiri dengan kematian-Nya di kayu salib. Kesetiaan Tuhan Yesus menempuh perjalanan hidup yang demikian menunjukkan ketaatan-Nya kepada Allah Bapa, yaitu menjalankan misi pendamaian (Rom 5:11, 15, 17-19).
Ketaatan sampai mati yang dilakukan oleh Tuhan Yesus Kristus menghasilkan mutiara perdamaian. Hubungan yang retak antara Tuhan dan manusia di pulihkan. Oleh karena Tuhan Yesus Kristus, maka kita memperoleh pembenaran dari Allah (Rom 5:17, 19). Dengan demikian, maka pernyataan rasul Paulus yang menyatakan bahwa jerih payah yang dilakukan di dalam persekutuan dengan Tuhan tidak sia-sia adalah benar (I Kor 15:58).
Setelah melihat ketaatan Tuhan Yesus Kristus, marilah melihat kenyataan dunia saat ini. Dunia yang diwarnai dengan konflik. Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Dengan demikian dunia keluarga, gereja, masyarakat, sekolah, kantor dan sebagainya pasti akan diwarnai dengan konflik atau benturan. Jika konflik tidak di kelola dengan baik maka bisa mengakibatkan perpecahan dan permusuhan. Peristiwa perceraian keluarga, permusuhan antar kelompok (di kampung atau pun di gereja), etnis, dan negara merupakan contoh nyata akibat konflik yang tidak dikelola dengan baik.
Perpecahan dan permusuhan, jelas, bertentangan dengan Visi dan Misi Allah, yaitu menghadirkan kerajaan damai (sorga) di bumi. Gereja, yang sudah didamaikan dengan Allah melalui ketaatan Kristus Yesus diundang oleh Allah untuk menjadi juru damai. Bukan jalan yang lurus dan penuh bunga yang akan ditempuh oleh gereja. Jalan terjal, berliku dan curam akan dihadapi oleh gereja. Untuk itu, Gereja harus meneladani Tuhan Yesus Kristus, yaitu menunjukkan ketaatan kepada Allah terus menerus. Sekalipun gereja harus mati, seperti Tuhan Yesus Kristus mati.
Roma 5:12-19; Matius 4:1-11
Sumber: Warta Gereja Edisi : Minggu, 13 Maret 2011
Add comment