
Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus,
Pernah suatu kali dalam sebuah percakapan ada beberapa orang berkumpul, dimana masing-masing orang mengeluarkan pendapatnya. Yang menarik adalah pendapat yang diterima oleh banyak orang, bukan karena isi pendapatnya, namun siapa yang berpendapat. Dengan kata lain, kesepakatan bersama diterima karena melihat latar belakang orang tersebut.
Agaknya bagi perkumpulan tersebut, lebih penting latar belakang seseorang daripada pendapat yang disampaikan. Permasalahannya adalah, memang bisa berbanding lurus antara kedudukan sosial dengan pemahamannya akan kebaikan. Namun, bisa saja berbanding terbalik antara pemahaman dengan kedudukannya. Sebagai contoh, budaya korupsi yang menggurita di bangsa Indonesia. Menunjukkan perbandingan terbalik antara kedudukan dengan pemahaman akan kebaikan. Dimana banyak pelaku korupsi adalah orang-orang yang memiliki kedudukan cukup tinggi dalam masyarakat. Namun justru melakukan tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan kedudukannya.
Nampaknya, cara pandang yang demikian sudah membudaya dalam kehidupan bermasyarakat dan bisa jadi dalam kehidupan bergereja. Contohnya, kita lebih mudah menerima dan melakukan pendapat dari seorang pegawai atau kepala bagian perusahaan daripada seorang pemulung/pengemis/gelandangan. Dalam perikop bacaan Leksionari (Lukas 4: 1-13), menarik ketika kita memperhatikan judul perikop yaitu "Yesus ditolak di Nazaret". Dimana kita memahami bahwa penolakan terhadap Tuhan Yesus adalah penolakan akan kasih karunia Allah dalam kehidupan manusia. Pertanyaannya mengapa hal itu bisa terjadi??? Pada ayat 22, orang banyak mengatakan "bukankah Ia ini anak Yusuf?".
Disatu sisi ungkapan tersebut menunjukkan kekaguman orang banyak dengan apa yang disampaikan Tuhan Yesus. Namun di sisi lain, jika kita perhatikan teks pararel (Matius 13: 53-58), maka sebenarnya yang terjadi adalah penolakan terhadap penyampaian Tuhan Yesus karena kedudukannya sebagai tukang kayu. Dalam teks pararel, orang banyak kecewa karena yang menyampaikan pesan tersebut bukanlah imam atau orang yang memiliki kedudukan baik dalam masyarakat. Namun hanyalah seorang tukang kayu.
Mengaca dari peristiwa di sinagoge Nazaret, kita diingatkan kembali akan arti pentingnya tubuh Kristus dalam kehidupan jemaat. Di mana jemaat (gereja) merupakan manifestasi dari tubuh Kristus yang mendunia (nyata). Rasul Paulus menegaskan dalam suratnya (2 Korintus 13: 1-13) dasar dalam kehidupan beriman adalah perwujudan kasih, melalui kesehatian.
Hal yang paling sederhana dalam mewujudkannya adalah, belajar dari peristiwa di Nazaret, penghargaan seseorang yang satu terhadap yang lain. Tidak melihat latar belakang yang dimilikinya. Namun, kebaikan yang diwujudkannya baik dalam tutur kata dan tingkah laku. Disadari dalam kehidupan berjemaat, umat terdiri dari berbagai macam latar belakang kehidupan. Namun, perlu di pahami bahwa berbagai macam latar belakang tidak menjadikan umat memarginalkan atau menyingkirkan satu dengan yang lain. Akan tetapi justru menjadikan umat semakin mewujudkan kasih dalam kepelbagaian yang ada. Itulah bukti kedewasaan iman seseorang di dalam Kristus. oleh karen itu marilah kita wujudkan tubuh Kristus di dunia ini dengan kedewasaan iman kita. Tuhan memberkati. Amin.
Bacaan: 2 Korintus 13: 1 – 13; Lukas 4: 21 – 30
Warta Gereja Edisi: Minggu, 3 Februari 2013
Add comment