Bacaan Leksionari
PL: II Raja-raja 2:1 – 12;
PB: II Kor. 4 : 3 – 6;
Injil: Markus 9 : 2 – 9
Tanggapan: Mazmur 50 : 2 – 7
Saat ini Gereja memasuki Minggu Epiphany VII. Minggu terakhir sebelum hari Rabu Abu sebagai tanda awal masa puasa, yang pada tahun ini jatuh pada tanggal 25 Pebruari 2009. Minggu Epiphany VII disebut pula Minggu Quinguagesima. Dari bahasa latin yang berarti hari kelima puluh sebelum paskah. Sebutan Minggu Quinguagesima mulai dikenal dalam Misale Romanum, yaitu buku misa resmi untuk Gereja Katholik Roma. Gereja-gereja protestan seperti GKJ, awalnya kurang peduli dengan sebutan-sebutan khas untuk hari-hari Minggu sepanjang tahun liturgi. Syukur kepada Allah, setelah Sinode GKJ menerbitkan Buku Agenda, sebutan-sebutan tersebut mulai diperkenalkan, sekalipun belum disertai penjelasan.
Tema kita Minggu ini adalah "Bersinar Bagi-Nya". Dan bacaan lectionary diatas hendak menghantar kita memasuki masa prapaskah. Bagi Sinode GKJ dan Sinode Wilayah Jawa Tengah, masa prapaskah merupakan masa khusus sebagai sarana menghayati dasar kekristenan. Nah, seperti apakah persiapan yang layak untuk memasuki masa prapaskah, supaya penghayatan akan dasar kekristenan semakin bermutu?
Saudara yang terkasih, besok Rabu, 25 Pebruari 2009 kita memasuki masa prapaskah yang ditandai dengan ibadah Rabu Abu. Masa prapaskah merupakan waktu khusus yang disediakan Gereja supaya umat melatih diri, bertekun dalam doa dan pertobatan. Wujud pertobatan bisa dinyatakan dengan pantang ataupun puasa dengan segala aksi sosial.
Bacaan Injil Markus 9 : 2 – 9 yang menjadi Petunjuk Hidup Baru, menolong kita untuk memasuki mara prapaskah. Injil bercerita tentang Kristus yang dimuliakan di atas gunung.
Kisah ini memberi peneguhan kepada para murid supaya mereka tidak gentar ketika nanti Anak Manusia harus diserahkan kepada kekejaman dunia, mati disalibkan. Dengan memahami berita Injil ini, kita diajak untuk sampai pada kesadaran iman bahwa latihan rohani yang kita lakukan melalui doa, pantang dan puasa tidaklah sia-sia.
Mungkin tiap kali kita mendengar kata puasa. Apakah orang Kristen perlu puasa? Bukankah keselamatan sudah ditanggung Tuhan Yesus? Harus diakui, kita orang-orang GKJ ini kurang peduli pada praktik puasa. Benarkah Tuhan tidak menghendaki puasa? Kalau Tuhan tidak menghendaki puasa, mengapa banyak para nabi, para rasul, tokoh-tokoh kitab suci hingga Tuhan Yesus sendiri berpuasa? Bukankah mereka itu orang yang dekat dengan Tuhan?
"Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!" (Yesaya 58 : 6 – 7).
Menjadi terang bagi kita bahwa puasa yang diajarkan dalam kitab suci bukan dalam rangka memperoleh keselamatan. Praktik puasa merupakan salah satu sarana olah kesalehan pribadi hingga sosial dan sarana mendekatkan diri kepada Tuhan hingga sebagai latihan rohani menyerahkan hidup pada penyelenggaraan-Nya. Lagipula puasa tidak hanya diartikan secara lahiriah. Adapula puasa yang disebut puasa batin, puasa batin bertujuan memerangi sifat-sifat buruk yang melekat pada diri kita.
Hanya hidup di dalam rohlah, yang memungkinkan kita sebagai umat GKJ dengan semua lembaga pelayanannya, memancarkan sinar Kristus dimanapun semua diutus dan berkarya. Bukankah itu yang diingini oleh Tuhan Yesus sebagaimana sering menjadi nyanyian hidup kita?
Tim Penyusun Renungan
-------- Hbn ---------
Sumber: Warta Gereja Edisi : Minggu, 22 Februari 2009 Nomor : 08/2009
Add comment