Ibadah perjamuan kudus di GKJ Manahan hari Minggu ini (11/8), pada jam 18.00 WIB dilayani oleh Pendeta Samuel Arif Prasetyono, S.Si dengan menggunakan Liturgi Ibadah Minggu I dengan nyanyian Kidung Jemaat. Pemberitaan Firman Tuhan didasarkan dari bacaan Injil Lukas 12: 35-48 mengenai kewaspadaan.
Di awal kotbahnya, pendeta Samuel menyatakan bahwa perikop yang menjadi bacaan kita diberi judul kewaspadaan. Ketika kita membacanya, teringatlah kita akan sebuah acara di sebuah stasiun televisi tentang perkataan bang Napi “Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada keinginan, tetapi juga karena kesempatan. Waspadalah! Waspadalah! Waspadalah!”
Demikianlah ada banyak peluang bagi seseorag untuk melakukan kejahatan. Siapapun, kapanpun dan dimanapun, seseorang dapat menerima kesempatan atau peluang untuk berbuat jahat. Siapapun diantara kita, jika ada kesempatan bisa jadi kita berbuat jahat. Itulah pesan yang diberikan oleh bang Napi.
Meminjam istilah tersebut, terbuka lebarlah peluang manusia untuk berbuat dosa atau berbuat yang jahat di mata Tuhan. Jika ada kesempatan, maka terbuka peluang bagi manusia untuk melakukan perbuatan yang jahat di mata Tuhan. Siapapun manusia, kapanpun dan dimanapun, manusia rentan berbuat dosa. Karena ada banyak kesempatan yang dihadapkan pada manusia untuk berbuat jahat di hadapan Tuhan.
Dalam kitab kejadian, melihat peristiwa jatuhnya Hawa dalam dosa adalah karena adanya kesempatan, demikian pula dengan Adam yang turut berbuat dosa. Artinya bahwa meskipun Adam dan Hawa hidup dalam tempat yang dimungkinkan bagi mereka untuk tidak berbuat dosa, tetapi karena adanya kesempatan itu, maka jatuhlah mereka ke dalam dosa.
Hal ini pula yang ditangkap oleh Tuhan Yesus, bahwa manusia rentan untuk jatuh dalam dosa. Oleh karena itu dalam perkataanNya, Ia juga memberikan gambaran keberadaan manusia dihadapan Allah, yaitu sebagai hamba. Manusia berada dalam satu lingkup kekuasaan Allah, dimana Allah yang mengatur dan menusia yang menjalani pengaturan-pengaturan Allah. Ketika manusia itu rentan, Tuhan Yesus mengingatkan keberadaan manusia sebagai hamba Allah tidak akan lepas dari kekuasaan Allah.
Tuhan Yesus-pun juga memberikan berbagai macam keberadaan seorang hamba di hadapan Tuhan. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh hamba-hamba. Pertama, hamba yang menggunakan kesempatan untuk berbuat jahat selagi tuannya tidak dirumah, ia melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki tuannya. Kedua, hamba yang tidak tahu tugasnya sehingga ia tidak melakukan tugasnya. Mengapa ia tidak mengetahui tugasnya? Bukankah seorang hamba semestinya mengetahui setiap tugas yang diberikan tuannya kepadanya? Hamba ketiga, adalah hamba yang siap sedia melakukan tugasnya dan siap kapanpun tuannya pulang. Inilah model hamba yang setia, yang menunggu tuannya pulang dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan tuannya, dan ia menjaga sikap hidupnya sebagaimana seorang hamba.
Dan nampaknya, kecenderungan manusia ada di posisi satu dan dua. Kecenderungannya, bukan selalu. Selagi tidak ada yang mengawasi, maka ia melakukan segala sesuatu sesuai kehendaknya, bukan kehendak tuannya.
Minggu-minggu liburan ini, yang kita kenal sebagai arus mudik dalam rangka hari raya, biasa kita lihat ada kemacetan di jalanan. Sebabnya adalah banyaknya pelanggaran lalu-lintas, sekalipun banyak polisi berjaga, tetap saja ada blank spot, titik-titik yang diluar pengawasan polisi. Inilah kesempatan bagi para pengendara untuk melanggar aturan berlalu-lintas.
Apa konsekuensi dari sikap hidup hamba yang tidak benar?
Menurut ayat 46, menurut konteks, memang rentan pula, ketika tuannya tidak suka, maka dengan mudahnya tuannya membunuh atau menyingkirkannya. Demikian pula kita, kalau dalam Ibrani dikatakan bahwa Tuhan tidak malu untuk disebut sebagai Allah kita, karena adanya pengakuan iman kita bahwa Tuhan ialah Allah kita.
Ketika kita mengingkari keberadaan kita sebagai seorang hamba, demikianlah Tuhan tidak akan mengakui kita sebagai umatNya. Hakekat keberadaan kita sebagai hamba Tuhan adalah mengikuti segala pengaturan Tuhan dalam hidup kita.
Marilah pada saat ini kita bersama-sama memantapkan pilihan hidup kita - ditengah-tengah kesempatan dan peluang yang membawa kita jatuh dalam dosa, - untuk tetap setia, tunduk pada pengaturan-pengaturan yang telah ditetapkan Tuhan dalam hidup kita.