
Ibadah Minggu (20/1) di GKJ Manahan jam 18.00 WIB dilayani oleh Pdt. Retno Ratih SH, M.Th, MA menggunakan liturgi minggu ke-III. Dalam ibadah ini, Pendeta Ratih menyampaikan perenungan Firman Tuhan didasarkan dari salah satu bacaan leksionari Injil Yohanes 2: 1-11. Di awal kotbahnya, dinyatakan bahwa dalam hampir semua budaya, pesta pernikahan selalu disambut secara khusus dan dipersiapkan secara istimewa. Sekalipun ukuran istimewa bagi masing-masing orang pasti berbeda. Pesta perkawinan butuh persiapan yang begitu cermat, sehingga pelaksanaannya bisa terlaksana dengan baik. Dalam bacaan injil tersebut, dikisahkan bahwa Maria dan Yesus diundang dalam sebuah pesta perkawinan. Kana bukanlah tempat yang jauh dari Galilea, tempat tinggal Yesus.
Pada hari ketiga perjamuan itu, sang penyelenggara pesta kehabisan anggur. Pada waktu itu, yang namanya kehabisan anggur bukan hanya masalah malu kepada tamunya, tetapi bisa diperkarakan dipengadilan karena dianggap tidak menghargai tamu.
Maria sebagai salah satu undangan yang terlibat aktif dalam pesta itu, ia dengan inisiatifnya datang kepada Tuhan Yesus dan berkata bahwa mereka kehabisan anggur. Tuhan Yesus tahu apa yang dikehendaki Maria. Mengapa Maria datang pada Tuhan Yesus? Maria adalah orang yang menyimpan dalam batinnya bahwa Tuhan Yesus memiliki kharisma, kekuatan yang mampu menyelesaikan persoalan itu. Sebab Maria adalah orang yang melahirkan Yesus dan mengenalnya sejak awal proses kelahirannya dan Maria menyaksikan sendiri mujizat-mujizat yang menyertai kelahiran Tuhan Yesus.
Sekalipun tidak mendapatkan tanggapan yang sigap dari Tuhan Yesus, Maria dengan percaya menyuruh para pelayan mengikuti apapun yang diperintahkan Tuhan Yesus. Dan memang akhirnya Tuhan Yesus dengan cara yang sangat sederhana, tanpa banyak orang yang tahu, telah mengubah air menjadi anggur yang lebih enak dari hari pertama dan kedua.
Mujizat tidak harus dengan cara yang spektakuler, Tuhan sering memberikan mujizat dalam ketenangan dan keheningan. Dan bukankah setiap hari kita merasakan mujizat Tuhan dalam keheningan? bukan dengan cara demonstratif?
Tuhan Yesus memberikan mujizat pertama dalam keluarga, dalam perhelatan milik keluarga. Bukankah ini memberikan harapan bagi kita, bahwa dalam keprihatinan-keprihatinan keluarga, Allah peduli terhadap persoalan keluarga. Allah yang memiliki kuasa dan kekuatan untuk menolong kita menyelesaikan persoalan keluarga kita. Tuhan bersedia hadir menemani kita dan menolong kita.
Dalam mujizat pertama Tuhan Yesus ini, terdapat makna simbolik. Bukankah pesta pernikahan merupakan simbol perjumpaan mempelai laki-laki dan mempelai perempuan? Demikian pula-lah perjumpaan manusia dengan Allah kelak adalah sebagai mempelai perempuanNya dan Allah sebagai mempelai laki-laki.
Yesus hadir untuk menyelamatkan pesta pernikahan, dan karenanya penyelenggara pesta tidak dibuat malu. Demikianlah Allah tidak akan membiarkan kita dipermalukan. Ada panggilan yang harus kita lakukan : melakukan apa yang dikehendaki Tuhan dalam hidup kita.